Calon Presiden RI dari Partai Nasdem, PKS & Demokrat Anies Baswedan secara blak-blakan mengkritik strategi era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menggenjot pembangunan jalan tol. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu membandingkan kondisi jalan di zaman Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Anies menyinggung, era Presiden SBY pencapaian pembangunan jalan 10 kali lipat dari Jokowi. Dia bilang, Jokowi memang membangun 63% jalan tol yang ada di Indonesia, tepatnya 1.569 km dari 2.499 km tol yang ada.
"Namun itu adalah jalan berbayar, sedangkan yang tidak berbayar, yang digunakan secara gratis yang menghubungkan mobilitas penduduk dari sudut-sudut desa ke perkotaan, yang bawa produk pertanian, perkebunan, dan perikanan dari sentra-sentra baik jalan nasional, provinsi dan kabupaten hanya 19.000 km saja," ujar Anies dalam acara Milad ke-21 Partai Keadilan Sejahtera.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai kritikan Anies tersebut tidak objektif. Menurutnya, strategi yang dilakukan Jokowi sudah benar dalam memberesi jalan tol dan jalan nasional saat ini, di mana pada era sebelumnya jalan tol maupun jalan nasional tak pernah diurus baik dari sisi ruasnya yang masih terbatas maupun kualitasnya.
"Menurut saya, justru jalan nasional itu yang selama puluhan tahun (sebelum era Jokowi) kan gak pernah diurus, jalan tol juga gak diurus selama puluhan tahun ya. Jadi, kalaupun ada jalan nasional, jalan nasionalnya juga itu masih sangat terbatas sekali, dari sisi ruasnya maupun dari kualitasnya," kata Hariyadi.
"Nah sekarang, kalau menurut saya itu jalan nasional juga dikerjain, bukan gak dikerjain loh, itu juga dikerjakan (oleh Presiden Jokowi). Jadi, ya susah lah kita ngomong kalau politik mah, apa juga (dikritik), harusnya lebih objektif saja kalau mengkritik gitu loh," imbuhnya.
Hariyadi menilai, jika jalan tol tidak dibangun maka bagaimana cara menghubungkan antar daerah di seluruh wilayah Indonesia. Misalnya, Trans Sumatera dan Trans Jawa yang telah sukses menyambungkan daerah-daerah di sekitarnya.
"Kalau menurut saya, jika dikaitkan dengan jalan tol menurut saya gak ada masalah. Kalau gak dibangun gimana coba konektivitasnya? Misalnya, Trans Sumatera dan Trans Jawa, ya kan. Kalau menurut saya agak lucu kalau mengkritik di situ," ujarnya.
Sementara, jika berbicara terkait jalanan rusak di Provinsi Lampung, menurut dia, itu sebetulnya kewenangan pemimpin daerah. Sebab, jalan nasional merupakan proyek pembangunan yang dibagi dengan daerah, jadi bukan sepenuhnya tanggung jawab pemerintah pusat.
"Jalan nasional itu kan di-share sama daerah juga, kalau jalan tol kan memang kewenangannya pemerintah pusat, lah jalan nasional itu kan ada share dari daerah juga," tukasnya.
"Kalau perkara kayak Lampung yang dipermasalahkan, ya memang yang geblek kepala daerahnya. Memang mereka tidak mau mengalokasikan anggaran daerahnya. Jadi harus dilihat juga secara adil ya," lanjut dia.
Hariyadi menekankan, pada era Jokowi ini pembangunan jalan nasional juga tetap dilakukan, tidak hanya jalan tol saja yang digenjot.
"Cuma, kalau kasus kayak Lampung kan ya gak bisa salahin pemerintah pusat dong, itu kan ada sharing-nya dengan pemerintah daerah juga di sana. Sampai kemarin akhirnya Pak Jokowi bilang 'sudah deh diambil alih atau dioper sama pusat'. Itu Gubernurnya yang gak tau malu, harusnya itu menjadi tugas dia," cetusnya.